Senin, 05 November 2007

Perajin Batik Trusmi Butuh Bimbingan



MAHMUDIN (34) warga Kampung/Desa Trusmi, Kec. Plered, Cirebon hanyalah potret satu diantara ribuan pengusaha golongan ekonomi lemah (Golekmah) yang mendapat bantuan dana pinjaman dari PT. PG Rajawali II. Sebagai perajin batik, ia mempunyai ambisi untuk mengembangkan usahanya agar dapat sejajar dengan pengusaha lainnya.

Seperti perajin batik lainnya di Desa Trusmi, selain menghadapi persoalan kemampuan (Skill) atau tenaga perajin batik, ia juga dihadapkan pada persoalan permodalan. Untuk mengembangkan usahanya ia harus memiliki modal, agar bisa menambah volume produksi atau menampung usaha sejenis dan memasarkannya kepada pemilik toko atau pedagang besar.

Para pengusaha besar menurutnya kerapkali menampung batik dari Trusmi dalam jumlah yang cukup banyak, namun sedikit diantara mereka yang membayar dengan tunai. Beberapa diantaranya menyodorkan Giro yang bisa diuangkan pada bulan berikutnya. ‘’Itupun para pengusaha besar sering milih-milih dan tidak sembarangan perajin bisa mendapat giro, sedangkan ia masih harus membayar gaji karyawan, membeli bahan baku dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,’’keluhnya.
Akibatnya ia harus berusaha keras mencari pinjaman modal agar usahanya bisa tetap bersaing memasok batik Trusmi kepada pengusaha besar di Cirebon, serta kota-kota lain di Jabar, DKI dan Banten serta Jateng ataupun jatim.
Padahal pembeli yang datang langsung ke Desa Trusmi bisa mendapatkan motif batik cetak atau batik tulis dengan harga sangat variatif, mulai Rp 60.000,00 s.d. Rp 300.000,00/potong. Ada juga yang seharga Rp 800.000,00 dan Rp 1,4 juta, berupa batik dengan kualitas bahan dasar sutra yang dibuat menggunakan ATBM (alat tenun bukan mesin).
Selain batik untuk bahan kemeja, juga dijual selendang seharga antara Rp 15.000,00 sampai Rp 25.000,00. Seperti halnya untuk bahan pakaian, harga selendang ini ditentukan pula oleh bahan dasar kain, dari katun atau sutra(Erwin Winaldi- maduhdasli.blogspot.com)


Tidak ada komentar: