Kamis, 18 Oktober 2007

Panen madu di hutan Alaaha


Sri Nuryati - 15 Mar 2007 02:49

Dengan teknik panen lestari dan akses pasar yang lebih baik, bukan tidak mungkin madu-madu dari hutan Alaaha, sebuah desa yang terletak di Pulau Sulawesi bagian Tenggara ini dapat menjadi salah satu sumber penghasilan penduduk di pulau yang berbentuk menyerupai huruf “K” ini selain kakao.

Desa yang diapit oleh empat pegunungan yaitu Tangkelemboke, Abuki, Mekongga, dan Tamosi ini memiliki potensi madu hutan (Apis dorsata) sebesar 45 ton/tahun (30 ton diperoleh saat panen pada bulan Oktober-November dan 15 ton diperoleh saat panen pada bulan Maret-April). Cara panen madu hutan di desa ini terbilang unik. Untuk mengusir lebah dari sarangnya, para petani madu membuat asap buatan dari beberapa bilah bambu sepanjang sekitar satu meter yang diikatkan menjadi satu sehingga membentuk silinder.

Agar asap hanya keluar dari satu arah, yaitu melalui bagian atas ikatan bilah bambu, maka sebelum diikat menjadi satu, bagian luar ikatan bambu tersebut ditutupi daun walae. Setelah diikat kuat, bagian bawah ikatan bambu tersebut dibakar. Lalu ketika dirasa cukup banyak asap, barulah ikatan bambu tersebut dibawa mendekati sarang lebah yang akan dipanen.

Di hutan Alaaha, pada satu pohon setinggi 5-6 meter dapat dijumpai 1-2 buah sarang lebah. Masing-masing beratnya dapat mencapai sekitar 10-30 kg. Sarang lebah hutan berukuran sekitar 1x1m ini dapat menghasilkan madu sekitar 25-30 kg.

Proses pemisahan madu dan lilin ternyata cukup mudah. Madu-madu yang telah dipanen, dikumpulkan lalu diiris bagian pipanya kemudian diletakkan di atas kain kasa yang dibentangkan di atas jerigen putih. Cairan madu yang berada di sarang lambat laun menetes ke dalam jerigen. Untuk menunggu cairan madu habis menetes ke jerigen diperlukan waktu sekitar 5-8 jam. Setelah itu, madu baru dapat dikemas ke dalam botol dan siap dipasarkan.

Berbeda dengan panen madu hutan tradisional yang kebanyakan dilakukan hampir di seluruh kawasan di Indonesia, teknik panen di desa ini dilakukan pada siang hari. "Teknik panen di Alaaha yang dilakukan pada siang hari ini merupakan satu keuntungan tersendiri. Di waktu siang, kita dapat melihat larinya lebah sehingga dapat menghindar jika akan disengat, juga memperkecil tingkat kematian lebah yang timbul akibat pemanenan," tutur Robert Leo dari Keystone Foundation, India yang sengaja datang ke Alaaha untuk melakukan studi banding teknik panen madu hutan.

"Ratu lebah yang terbang bersama para pekerjanya kemudian dapat membuat koloni baru di tempat baru pula,” tambah Leo yang turut menyaksikan panen madu hutan pagi itu.

Pemasaran madu hutan

Petani madu di Alaaha tergabung dalam sebuah koperasi yang bernama Koperasi Ueesi Bersinar. Koperasi ini didirikan pada bulan Februari 2006 yang lalu. Salah satu usahanya adalah pengembangan madu hutan yang kini mempunyai anggota sebanyak 30 orang petani madu yang terbagi dalam enam kelompok.

Teknik panen lestari yang kini diterapkan di Alaaha membuat harga madu hutan di kawasan ini terdongkrak naik. "Kalau dengan teknik diperas, 1 kg madu dihargai Rp.10.000,- – 12.000,-. Sekarang, dengan teknik panen lestari, koperasi berani membayar hingga Rp.20.000,- per kilogramnya," ungkap Dedi, kepala divisi madu hutan di Koperasi Ueesi Bersinar tersebut.

"Jika masyarakat telah melakukan cara panen seperti ini, ditambah harga yang lebih baik, kemungkinan masyarakat di sini akan melakukan teknik panen lestari dan menjualnya ke koperasi. Tapi apakah koperasi mempunyai modal untuk membeli madu-madu tersebut?" tanya Dedi.

Madu dari hutan Alaaha mempunyai kadar air cukup rendah yaitu 21% (biasanya kadar air madu hutan di hutan-hutan tropis berkisar 24% -red), ditambah lagi proses panen lestari yang telah diterapkan oleh para petani madu. Hal ini membuat madu hutan Alaaha tidak akan kesulitan menembus pasar nasional. Terlebih Dian Niaga Jakarta (DNJ) tetap berkomitmen membantu memfasilitasi aspek pemasaran. Ditambah YASCITA, yang yang juga merupakan salah satu anggota Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), yang setia mendampingi masyarakat di desa ini.

"Pemasaran melalui satu pintu untuk pasar nasional dan ekspor mutlak diperlukan. Dian Niaga Jakarta akan membantu ekspor, packaging development, lab test dan lain-lainl," kata Johnny Utama dari DNJ mengungkapkan komitmennya terhadap madu hutan JMHI. "Yang sudah pasti, untuk tahun 2007 ada permintaan pasar madu hutan sebanyak lima ton. Peluang ini dapat diisi oleh semua anggota JMHI," ungkapnya.

Ditambahkannya bahwa tahun lalu JMHI memiliki potensi pasar sekitar 200 ton madu hutan, namun DNJ hanya mampu memasarkan tiga ton saja. Yang perlu diingat, ada beberapa persyaratan sebagai supplier yang harus dipenuhi terlebih dahulu, diantaranya harus memiliki SIUPP, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), ijin dari Departemen Kesehatan, ada bar code, dan sertifikat organik.

Pengelolaan madu dengan teknik baru (sistem sunat dan panen siang hari) dan tanpa pemerasan, jelas akan meningkatkan kualitas serta ketersediaan madu di alam. Dengan mutu yang terjaga baik dan label organik maka daya tawar madu hutan semakin meningkat sehingga masyarakat mampu menjual dengan harga yang lebih baik. Selain itu kelestarian alampun akan tercapai.

Tidak ada komentar: