Selasa, 02 Oktober 2007

Lebah Madu Selamat dari Kepunahan

PARA ahli meyakini lebah madu sudah ada di muka Bumi sejak zaman purba lebih dari 65 juta tahun silam. Keyakinan ini didasari oleh bukti temuan berupa bebatuan amber (berasal dari getah tanaman yang mengeras) yang di dalamnya berisi lebah-lebah madu dari masa sebelum tabrakan asteroid dengan Bumi pada akhir periode Cretaceus. Tabrakan itu mengakibatkan debu-debu berhamburan dan menutupi sinar Matahari dalam waktu lama. Akibatnya, suhu di Bumi menurun. Penurunan suhu inilah yang diduga menjadi penyebab musnahnya dinosaurus dan kehidupan lain pada masa itu.

Adapun asteroid atau komet yang menabrak Bumi telah menciptakan kawah raksasa di Chicxulub, Meksiko, dan menjadi batas bagi dua periode geologi, yakni Cretaceous dan Tertiary. Batas geologi ini merupakan tanda terjadinya kepunahan massal 65 juta tahun lalu.

Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa lebah madu bisa selamat dari kepunahan akibat jebakan suhu yang amat dingin itu? Pertanyaan ini muncul menyusul temuan para terbaru para ilmuwan bahwa fosil lebah madu dalam amber itu serupa benar dengan lebah madu modern. Artinya, lebah madu yang hidup di zaman purba bukan saja selamat, tapi menghasilkan keturunan hingga generasi yang kita jumpai sekarang.

Temuan lebah di amber tadi menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama mengenai teori “musim dingin panjang” yang menyertai tabrakan. Menurut apa yang diyakini para ilmuwan, pada musim dingin itu suhu turun drastis dan cukup untuk melenyapkan lebah-lebah madu dan tanaman-tanaman bunga yang menjadi sumber makanannya.

Agar bisa melakukan aktivitas metabolisme vitalnya lebah madu tropis modern hidup sehat pada suhu antara 31-34 oC. Suhu di atas juga merupakan temperatur paling baik bagi tanaman-tanaman bunga yang kaya nektar. Bila setelah tabrakan suhu turun hingga 7-12oC --menurut teori yang berlaku umum saat ini-- maka lebah madu tidak mungkin bisa bertahan hidup. Demikian perkiraan Jacqueline Kozisek dari Universitas New Orleans, AS.

Jika lebah madu dan tanaman bunga tidak bisa bertahan pada suhu rendah, pastilah ada yang keliru dengan teori musim dingin 65 juta tahun lalu. "Saya tidak mengatakan bahwa tabrakan tidak terjadi," kata Kozisek. "Saya hanya mengajak kita melihat lagi teori ini," imbuhnya.

Harus diakui, lebah madu jenis Cretotrigona prisca yang terperangkap di batu amber memang sulit dibedakan dengan lebah madu tropis yang hidup masa kini. Bisa jadi mereka memang nenek moyangnya. Bila ini benar, pertanyaannya adalah bagaimana mereka bisa tetap hidup menghadapi musim dingin? Atau musim dingin itu sebenarnya tidak pernah terjadi? (sri/bbc.co.uk)***

Lebah Jantan tak Punya Gen dari Induk Jantan

SEORANG anak laki-laki memerlukan ayah agar ia bisa lahir. Seekor burung jantan butuh induk jantan agar ia bisa menetas. Tapi, tidak demikian halnya dengan anak lebah jantan. Sebuah tim peneliti internasional telah menemukan gen yang memungkinkan lebah jantan tidak memiliki ayah. “Kami menemukan bagian dari genom lebah madu yang menyebabkan adanya perbedaan antara keturunan jantan dan betina," ujar Kim Fondrk dari Universitas California Davis.

Penemuan ini akan membantu menjelaskan banyak hal misterius mengenai lebah. Selain itu, dapat membantu peneliti melindungi populasi lebah karena serangga-serangga tersebut dibutuhkan untuk menyerbuki tanaman dan bunga-bunga. Dalam edisi terakhir jurnal Cell, Fondrk dan rekan-rekannya dari Jerman dan Norwegia menyebutkan gen yang menentukan jenis kelamin lebah adalah gen complementary sex determiner (CSD) atau gen pelengkap penentu jenis kelamin.

CSD memiliki 19 versi alternatif yang disebut alel (alleles), gen yang dapat menempati lokus yang sama seperti gen lain pada kromosom tertentu. Lebah betina memiliki dua salinan CSD yang selalu terdiri dari alel yang berbeda, sedangkan lebah jantan hanya memiliki satu salinan. Perbedaan jumlah alel inilah yang membedakan apakah seekor lebah akan tumbuh menjadi jantan atau betina.

Perlu diketahui, ada tiga kasta berbeda dalam koloni lebah, yakni ratu, lebah pekerja, dan lebah jantan. Ratu tugasnya bertelur dan merupakan ibu dari semua lebah dalam koloni. Di alam bebas, ratu kawin hanya sekali dengan lebah jantan untuk mendapatkan dua set gen. Kedua jenis gen itu, satu dari lebah jantan dan satu dari lebah betina, kelak diturunkan pada semua anak lebah betina.

Lebah pekerja adalah semua lebah betina. Mereka ini adalah lebah-lebah yang mengerjakan semua pekerjaan.Sedangkan lebah jantan hanya memiliki fungsi seksual. Mereka tidak mewarisi dua set gen seperti lebah betina, namun hanya satu, yaitu dari lebah betina. “Gen kedua yang berasal dari ayah lebah tidak menurun padanya. Mereka ini sebenarnya setengah kloning dari ratu," jelas Fondrk.

Sesungguhnya, meski terdapat banyak versi alel, penentuan jantan atau betina tidak ditentukan dari alel apakah yang diturunkan. Dalam penelitian, alel-alel yang sama sering ditemukan dalam lebah jantan maupun betina. Pada percobaan terhadap telur lebah, diketahui gen CSD akan menjadi aktif 12 jam setelah telur diletakkan dan akan terus aktif selama perkembangannya. Para peneliti mencoba untuk memblokir aktivitas salah satu gen CSD pada telur berisi larva lebah betina (memiliki dua salinan CSD yang berbeda). Hasilnya telur itu tumbuh menjadi lebah jantan.

Mereka akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa protein yang dihasilkan dua versi CSD yang berbeda (pada lebah betina) itulah yang akhirnya bereaksi menentukan jenis kelamin lebah menjadi betina. Bila hanya ada satu jenis CSD seperti pada lebah jantan, maka protein tidak bereaksi, dan lebah tumbuh menjadi jantan. Ketiadaan gen CSD dari ayah--yang menyebabkan reaksi protein--inilah yang membuat lebah-lebah jantan dikatakan menetas dari telur yang tidak dibuahi lebah jantan. (sri/Rtr/mitglied.lycos)***

Tidak ada komentar: